Skip to main content

Musnad Syafi’i 1788

مسند الشافعي 1788: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَخِي يَزِيدَ الْأَصَمِّ عَنْ عَمِّهِ، عَنْ مَيْمُونَةَ، أَنَّهَا قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ لَوْ أَرَادَتْ بَهِيمَةٌ أَنْ تَمُرَّ مِنْ تَحْتِهِ لَمَرَّتْ مِمَّا يُجَافِي»

Musnad Syafi’i 1788: Sufyan mengabarkan kepada kami bahwa Abdullah (anak saudara Yazid bin Asham) menceritakan kepada kami dari pamannya, dari Maimunah: Bahwa Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sujud, lalu ada anak kambing lewat di bagian bawah tubuh beliau, anak kambing itu dapat melaluinya tanpa beliau harus melonggarkan tangannya. 1012

Musnad Syafi’i 1787

مسند الشافعي 1787: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ دَاوُدَ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَقْرَمَ الْخُزَاعِيِّ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْقَاعِ مِنْ نَمِرَةَ سَاجِدًا، فَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ»

Musnad Syafi’i 1787: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Daud bin Qais, dari Ubaidillah bin Aqram Al Khuza’i, dari ayahnya, ia menceritakan: Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang sujud di salah satu dataran Namirah, maka aku dapat melihat kedua ketiaknya yang putih. 1011

Musnad Syafi’i 1786

مسند الشافعي 1786: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنْ طَاوُسٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ

Musnad Syafi’i 1786: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Thawus, dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadis yang semisalnya. 1010

Musnad Syafi’i 1785

مسند الشافعي 1785: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَالِمٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ أَوْتَرَ بِوَاحِدَةٍ»

Musnad Syafi’i 1785: Suiyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, ia mengatakan: Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat malam hari adalah dua rakaat-dua rakaat, maka apabila seseorang di antara kalian khawatir terhadap waktu subuh, hendaklah ia melakukan witir dengan satu rakaat.” 1009

Musnad Syafi’i 1800

مسند الشافعي 1800: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ مَنْصُورٍ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ مَسْرُوقٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّهُ لَبَّى عَلَى الصَّفَا فِي عُمْرَةٍ بَعْدَ مَا طَافَ بِالْبَيْتِ ” وَاللهُ أَعْلَمُ

Musnad Syafi’i 1800: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Manshur, dari Abu Wail, dari Masruq, dari Abdullah: Bahwa Ia melakukan talbiyah di atas Shafa dalam umrah (nya) setelah melakukan thawaf di Baitullah.1023 Wallahu A’lam

Musnad Syafi’i 1784

مسند الشافعي 1784: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، مِثْلَهُ

Musnad Syafi’i 1784: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar tentang hal yang semisalnya. 1008

Musnad Syafi’i 1799

مسند الشافعي 1799: أَخْبَرَنِي عَمِّي مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شَافِعٍ عَنِ الثِّقَةِ، أَحْسِبُهُ مُحَمَّدَ بْنَ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ أَوْ غَيْرَهُ، عَنْ مَوْلًى، لِعُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ: بَيْنَا أَنَا مَعَ عُثْمَانَ فِي مَالٍ لَهُ بِالْعَالِيَةِ فِي يَوْمٍ صَائِفٍ إِذْ رَأَى رَجُلًا يَسُوقُ بَكْرَيْنِ، وَعَلَى الْأَرْضِ مِثْلُ الْفِرَاشِ مِنَ الْحَرِّ فَقَالَ: «مَا عَلَى هَذَا لَوْ قَامَ بِالْمَدِينَةِ حَتَّى يُبْرِدَ ثُمَّ يَرُوحُ» ، ثُمَّ دَنَا الرَّجُلُ فَقَالَ: «انْظُرْ مَنْ هَذَا» ، فَنَظَرْتُ فَقُلْتُ: «أَرَى رَجُلًا مُعَمَّمًا بِرِدَائِهِ يَسُوقُ بِكْرَيْنِ» ، ثُمَّ دَنَا الرَّجُلُ فَقَالَ: «انْظُرْ» ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَقُلْتُ: هَذَا أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ، فَقَامَ عُثْمَانُ فَأَخْرَجَ رَأْسَهُ مِنَ الْبَابِ فَأَذَاهُ نَفْحُ السَّمُومِ فَعَادَ رَأْسَهُ حَتَّى حَاذَاهُ فَقَالَ: «مَا أَخْرَجَكَ هَذِهِ السَّاعَةَ؟» فَقَالَ: «بِكْرَانِ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ تَخَلَّفَا وَقَدْ مُضِيَ بَإِبِلِ الصَّدَقَةِ فَأَرَدْتُ أَنْ أُلْحِقَهُمَا بِالْحِمَى وَخَشِيتُ أَنْ يَضِيعَا فَيَسْأَلَنِي اللَّهُ عَنْهُمَا» ، فَقَالَ عُثْمَانُ: «هَلُمَّ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ إِلَى الْمَاءِ وَالظِّلِّ وَنَكْفِيكَ» ، فَقَالَ: «عُدْ إِلَى ظِلِّكَ» ، فَقُلْتُ: «عِنْدَنَا مَنْ يَكْفِيكَ» ، فَقَالَ: «عُدْ إِلَى ظِلِّكَ» ، وَمَضَى، فَقَالَ عُثْمَانُ: «مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْقَوِيِّ الْأَمِينِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا» ، فَعَادَ إِلَيْنَا فَأَلْقَى نَفْسَهُ

Musnad Syafi’i 1799: Pamanku, Muhammad bin Ali bin Syafi’ mengabarkan kepadaku, dari orang yang dapat dipercaya, menurutku ia adalah Muhammad bin Ali bin Al Husain atau yang lainnya dari maula Utsman bin Affan, ia berkata, “Ketika aku bersama Utsman pada tumpukan harta miliknya di Al Aliyah saat hari terik, ia melihat seorang lelaki menyeret dua anak unta, padahal cuaca saat itu seperti cuaca dimana jika kuda ada ia akan berlari karena kepanasan, lalu ia berkata, Kenapa ia melakukan di Madinah, tidakkah ia menunggu dingin lalu ia bisa melanjutkan perjalanannya’, kemudian lelaki itu mendekat lalu berkata, ‘Lihatlah, lalu aku memperhatikannya, dan ternyata ia adalah Umar bin Al Kaththab’, lalu aku berkata, ‘Ini adalah amirul mukminin’, kemudian Utsman berdiri dan melongok dari pintu, namun ia merasa tidak nyaman dengan hembusan angin panas, kemudian ia menarik kembali kepalanya hingga ia merasa terjaga dari terik, lalu ia berkata, ‘Apa yang membuatmu keluar pada saat-saat seperti ini?’ lalu ia berkata, ‘Dua anak unta sedekah tertinggal padahal ia semestinya ada bersama unta sedekah lainnya, kemudian aku hendak mengumpulkannya di lapangan pengembalaan, sebab aku takut keduanya akan hilang lalu Allah akan menanyakan keduanya kepadaku’. Kemudian Utsman berkata, ‘Marilah wahai amirul mukminin menuju ke tempat air dan tempat berteduh yang mencukupimu. Kemudian ia berkata, ‘Kembalilah ke tempat berteduhmu’ lalu aku katakan, ‘Kami memiliki apa yang bisa mencukupimu’, kemudian ia menjawab, ‘Kembalilah ke tempat berteduhmu’, setelah itu ia pergi dan Utsman berkata, ‘Siapa yang ingin melihat kepada orang yang kuat dan menjaga amanat, maka lihatlah kepada orang ini’, Lalu ia kembali ke tempat kita dan aku meninggalkannya.” 1022

Musnad Syafi’i 1783

مسند الشافعي 1783: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَجُلًا، سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى»

Musnad Syafi’i 1783: Malik mengabarkan kepada kami dari Nafi’ dan Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar: Bahwa Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang shalat (sunah) malam hari, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salat malam hari adalah dua rakaat-dua rakaat. Maka apabila seseorang dari kalian merasa khawatir terhadap subuh, hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir baginya dari semua shalat yang telah dilakukannya.” 1007

Musnad Syafi’i 1798

مسند الشافعي 1798: أَخْبَرَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ أَبِي حَمْزَةَ مَيْمُونٍ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنِ الْأَسْوَدِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، يَعْنِي أَنَّهُ أَمَرَ بِإِفْرَادِ الْحَجِّ. قَالَ: قُلْتُ: «كَانَ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا شَعْثٌ وَسَفَرٌ، وَهُمْ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْقِرَانَ أَفْضَلُ، وَبِهِ يُفْتُونَ مَنِ اسْتَفْتَاهُمْ، وَعَبْدُ اللَّهِ كَانَ يَكْرَهُ الْقِرَانَ»

Musnad Syafi’i 1798: Ibnu Ulayah mengabarkan kepada kami dari Abu Hamzah Maimun, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Abdullah, yakni bahwa Dia (Abdullah bin Umar) selalu menganjurkan haji Ifrad. Al Aswad melanjutkan kisahnya: Aku mengatakan bahwa dia (Abdullah bin Umar) menyukai bila masing-masing dari keduanya (haji dan umrah) dikerjakan dalam keadaan rambut awut-awutan dan penuh dengan debu, sedangkan mereka (sahabat lainnya) menduga bahwa haji Qiran lebih utama; dan mereka memberikan fatwa demikian bila dimintai fatwanya, tetapi Abdullah bin Umar tidak suka dengan haji Qiran. 1021

Musnad Syafi’i 1797

مسند الشافعي 1797: أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَتْ عَائِشَةُ: «يَا ابْنَ أُخْتِي، هَلْ تَسْتَثْنِي إِذَا حَجَجْتَ؟» قُلْتُ: مَاذَا أَقُولُ؟ قَالَتْ: قُلِ: «اللَّهُمَّ الْحَجَّ أَرَدْتُ، وَلَهُ عَمَدْتُ، فَإِنْ يَسَّرْتَهُ فَهُوَ الْحَجُّ، وَإِنْ حَبَسَنِي حَابِسٌ فَهِيَ عُمْرَةٌ»

Musnad Syafi’i 1797: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, ia mengatakan: ‘Aisyah telah berkata, “Wahai anak saudara perempuanku, apakah engkau pernah mengecualikan dalam hajimu?” Aku bertanya kepadanya, “Apakah yang harus aku ucapkan?” Aisyah berkata, “Ucapkanlah, ‘Ya Allah, aku bermaksud melakukan ibadah haji, dan untuk hajilah aku berniat Jika Engkau memudahkannya, maka hal ini merupakan ibadah haji; dan jika aku tertahan oleh halangan (sakit), maka hal ini merupakan ibadah umrah’.”