Skip to main content
Musnad Syafi’i 1220

مسند الشافعي 1220: أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، أَنَّ ابْنَةَ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، وَأُمَّهَا بِنْتُ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ، كَانَتْ تَحْتَ ابْنٍ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَمَاتَ وَلَمْ يَدْخُلْ بِهَا وَلَمْ يُسَمِّ لَهَا صَدَاقًا، فَابْتَغَتْ أُمُّهَا صَدَاقَهَا، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: «لَيْسَ لَهَا صَدَاقٌ، وَلَوْ كَانَ لَهَا صَدَاقٌ لَمْ نَمْنَعْكُمُوهُ وَلَمْ نَظْلِمْهَا» ، فَأَبَتْ أَنْ تَقْبَلَ ذَلِكَ، فَجَعَلُوا بَيْنَهُمْ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ، فَقَضَى أَنْ لَا صَدَاقَ لَهَا، وَلَهَا الْمِيرَاثُ

Musnad Syafi’i 1220: Malik mengabarkan kepada kami dari Nafi’: Bahwa anak perempuan Ubaidillah bin Umar dan ibunya —yaitu anak perempuan Zaid bin Khaththab— berada di bawah pemeliharaan salah seorang anak Abdullah bin Umar. Dan ternyata dia meninggal dunia, sedangkan dia belum mencampurinya dan belum (pula) menentukan mahar buatnya. Lalu ibunya menuntut maskawinnya, maka Ibnu Umar menjawab, “Dia tidak mempunyai maskawin. Seandainya dia berhak mendapat maskawin, niscaya kami tidak akan menahan kalian untuk memperolehnya, dan kami tidak akan berbuat aniaya terhadapnya.” Tetapi ternyata si ibu tidak mau menerima keputusan tersebut, akhirnya mereka mengangkat Zaid bin Tsabit untuk memutuskan perselisihan mereka. Dan Zaid bin Tsabit memutuskan bahwa wanita tersebut tidak berhak mendapat maskawin, tetapi berhak mendapat warisan.455